20071112

Ayo berbuat sesuatu...

Seorang Nenek meniup bara pada "kompor" daruratnya. Nenek ini adalah bagian dalam Pos Pengungsi di Kabupaten Garut pasca bencana tsunami di selatan Jawa pada pertengahan 2006. Indonesia belum selesai diusik bencana. Mari berbuat sesuatu demi Indonesia yang lebih baik.

20071106

Jakarta Hujan (Lagi)

Selatan Jakarta baru saja hujan (lagi). Beberapa hari belakangan ini, intensitas dan curah hujan di Jakarta semakin tinggi. Bila itu juga terjadi di hulu Sungai Ciliwung dan Cisadane dalam beberapa hari ini, maka Jakarta akan dilanda kiamat dalam beberapa hari atau minggu ke depan.

Selamat datang, Banjir! Mohon doa restu.

20071105

my friend's message

A friend sent me a short message several days ago.
She said, "God knows each winding way u take. Every sorrow, pain and ache. His children He will not forsake. He knows and loves u because u're His own."
Sometime, I feel I'm alone in this life. I face all circumstances by my self. But a friend strengthen me even she/he didn't know what I felt.
Thank you for every nice friends that You sent to me, Lord.

20071102

"Hormatilah ayah dan ibumu agar lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan kepadamu."

20071031

Waa... Maaf, yaa...

WAAA... udah berbulan-bulan terbengkalai...
Maaf blog ini masih dalam tahap perbaikan akibat komplikasi masalah teknis dan kemalasan menuangkan pikiran.
Salam...

20070704

Ragunan di Siang Hari

Sekali lagi menjalani hari.
Saat ini, Bangsa Amerika sedang merayakan kemerdekaannya. Entah di tahun yang ke berapa.
Saya tetap duduk di meja kerja di tepi jendela sambil sesekali menatap pemandangan selatan Jakarta yang masih asri. Matahari di luar sana menyengat kulit, sedangkan ruangan saya cukup sejuk dengan pendingin buatan. Segelas kopi robusta menemani saya. Kopi yang diseduh dengan air yang dipanaskan dengan pemanas buatan pula.
Terima kasih, Tuhan, untuk nafas yang masih boleh berhembus. Sejujurnya, saya sedang menantikan ajal tiba. Berharap maut datang lebih cepat. Berhubung Tuhan masih berkehendak lain, maka saya jalani hidup saya. Berusaha menjalaninya lebih dari sekadar "apa adanya" agar orang berkata bahwa saya hidup cukup baik di sisi liang lahat saya kelak.
Salam.

20070703

Maafkan Saya, Soewondo

Judul : Maafkan Saya, Soewondo…
Penyanyi : Melly Goeslaw

Kadang-kadang aku tertawa, kadang-kadang aku sedih
kalau aku ingat kamu satu-satunya wanita di hatiku.

Ku terdiam dalam malam mengingatmu dahulu.
Kala itu kau dan aku masih saling bersama.
Tak setitik kau bersalah sepanjang bersamaku.
Bahkan aku s’lalu resah, aku segalanya untukmu.

Namun aku yang belia tak puas dengan satu kekasih.
Aku ingin dan merindu yang lebih.
Kulacurkan diri ini untuk cinta yang tiada berarti.
Segala pujian dan buaian butakan aku.
Ku t’lah sadar aku salah.
Nasi sudah jadi bubur.

Namun aku yang belia tak puas dengan satu kekasih.
Aku ingin dan merindu yang lebih.
Kulacurkan diri ini untuk cinta yang tiada berarti.
Segala pujian dan buaian butakan aku.
Ku menggores hatimu yang putih dengan nada tak sopan.

Maafkan saya, Soewondo.

Melly Goeslaw selalu tampil lugas. Dengan mata tajam menatap kehidupan, tangannya terampil menulis cerita dan lidah mengurainya dalam nada.
Lagu ini bercerita tentang seorang perempuan yang merasa bersalah karena mengkhianati cinta kekasihnya. Karena kita pernah, atau mungkin sering, melihat kejadian ini, bisa jadi Melly bukan sekadar membayangkan sebuah situasi. Melly sedang berusaha menangkap kejadian ke atas sebuah kertas.
Lirik ini adalah rekaman kehidupan kita. Nggak cuman perempuan, lelaki pun punya potensi berselingkuh. Sebagian masyarakat bilang bahwa selingkuh itu indah. Sebagian lain bilang bahwa itu menyakitkan.
Satu hal yang pasti, dikhianati itu menyakitkan. Mencoba untuk setia di tengah masyarakat yang menghalalkan perselingkuhan bisa jadi dianggap gila. Tetapi begitulah seharusnya kita bersikap.

20070625

Selamat Galungan dan Kuningan

Untuk teman-teman yang beragama Hindu, saya hendak mengucapkan:

Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan.

Semoga damaiNya beserta kita semua.

Salam...

20070622

Semua Wanita ingin Bertubuh Indah

Seorang ibu membaca artikel tentang tubuh indah di sebuah majalah wanita. Sementara itu, seorang pengasuh bayi sibuk menjaga kedua anak ibu muda ini. Peristiwa ini saya tangkap di salah satu ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta. Silakan klik gambar untuk mendapatkan gambar yang lebih jelas. Terima kasih.

20070621

Hujan

Hari ini, Jakarta mengawali hari dengan cuaca cerah. Setelah dua hari dirundung mendung dan hujan, hari ini terasa lebih baik. Tak perlu lagi melepas sepatu dan mengenakan jas hujan saat mengendarai sepeda motor ke kantor. Tak perlu lagi membersihkan cipratan lumpur dari kaki di kamar kecil sebelum menuju ruang kerja.
Entah kenapa, hujan seringkali identik dengan kesulitan dan hambatan. Seperti istilah "mendung" yang kadang diartikan sebagai cobaan atau ujian hidup. Hujan menghalangi banyak orang yang sebenarnya sudah siap menuju sekolah, kantor atau mana pun untuk beraktivitas. Hujan membuat orang mengeluh dan menggumam "ck".
Di sudut lain Jakarta, puluhan anak putus sekolah menyambut hujan dengan semangat. Dengan berbekal payung, mereka menawarkan jasa payung kepada siapa saja yang lupa sedia payung sebelum hujan. Dengan rupiah seiklasnya, kita bisa melindungi hampir seluruh badan kita dari terpaan air hujan.
Di sudut lain pula, sebagian petani bersyukur mendapat limpahan energi cuma-cuma dari Tuhan di Sorga. Hujan membuka harapan terhadap musim panen di depan.
Kita pun mendapat berkat dari hujan. Hujan menyapu segala kecemaran udara. Nafas menjadi lebih lega karena debu dan asap lenyap. Udara pun lebih sejuk memenuhi paru-paru kita yang ringkih.
Semoga hujan kali ini membawa berkat bagi kita. Nggak perlu bersungut-sungut berkepanjangan atas cipratan lumpur dari bis kota. Hujan ini sebagai tanda Tuhan masih memerhatikan kita, berkatNya tetap tercurah.

20070620

Siapa yang Memelihara Ikan?

Ada 5 rumah yang warnanya berbeda-beda. Tiap rumah dihuni orang berkebangsaan berbeda-beda juga. Tiap penghuni suka 1 jenis minuman tertentu, merokok 1 merk tertentu & melihara 1 jenis hewan tertentu yang berbeda satu denga lainnya.
PERTANYAAN: Siapa yang memelihara IKAN?
Petunjuk: 1) Orang Inggris tinggal di dalam rumah merah. 2) Orang Swedia melihara anjing. 3) Orang Denmark suka teh. 4) Rumah hijau tepat di sebelah kiri rmh putih. 5) Penghuni rmh hijau suka kopi. 6) Orang yang merokok Pall Mall melihara burung. 7) Penghuni rumah yg terletak di tengah-tengah suka susu. 8) Penghuni rumah kuning merokok Dunhill. 9) Orang Spanyol tinggal di rmh pertama. 10) Orang yg merokok Marlboro tinggal di sebelah org yg melihara kucing. 11) Orang yg melihara kuda tinggal di sebelah org yg merokok Dunhill. 12) Orangg yg merokok Winfield suka minum bir. 13) Di sebelah rumah biru tinggal orang Spanyol. 14) Orang Jerman merokok Rothmans. 15) Orang yang merokok Marlboro bertetangga dengan orang yang suka minum air putih.

(Pertanyaan iseng ini saya peroleh dari seorang teman yang enggan disebutkan namanya dengan alasan keamanan. Baca aturan pakai. Baca pakai aturan.)

20070607

Pengalaman di Negeri Orang




Saya baru pulang dari Thailand. Tapi mohon maaf kalo saya ndak mbawa oleh-oleh. Jujur saja, tunjangan saya selama 16 hari di sana itu kecil sekali. Setidaknya, saya masih bisa membawa pulang cerita untuk teman-teman.
Saya bersyukur karena Tuhan memberi saya kesempatan mengalami banyak hal baru. Juga teman-teman baru yang sangat baik. Adakalanya saya sedih bila rindu menyapa. Bau bantal dan kasur di rumah belum sepenuhnya lepas dari hidung setelah seminggu berada di sana. Untungnya, teman-teman saya yang berbeda bangsa dan bahasa itu sangat baik. Saya diajari permainan asal daerahnya. Jadi, selama beberapa hari, kami bermain di halaman asrama selepas makan malam. Menyenangkan sekali.
Satu hal yang membuat saya terharu adalah ketulusan mereka. Suatu saat, ketika sakit dalam perjalanan dari Pattaya ke Samut Prakan, dua dari mereka memberi saya obat dan air minum. Bahkan meminjamkan kemejanya untuk menjadi selimut selama perjalanan itu.
Terima kasih, teman. Tuhan memberkati kalian.

20070504

Tergugah Lagi

Kebiasaan tidak mengikuti perkembangan, termasuk tentang dunia hiburan, membuat saya agak tertinggal. Seringkali saya tidak pernah menonton suatu judul film karena sudah terlalu basi dan kehilangan semangat untuk menontonnya. Berbekal sebuah koleksi film adik saya yang sedikit itu, saya menonton beberapa film lama. Tidak jarang saya mendapatkan inspirasi, teguran atau bahkan semangat dari film kadaluwarsa yang saya tonton tersebut.
Salah satunya adalah sebuah film berjudul “Veronica Guerin”. Film ini berdasarkan sebuah kisah nyata di tahun 1996 tentang keberanian seorang wartawati menginvestigasi sebuah masalah. Keprihatinannya melihat generasi muda madat, membuat nyalinya melambung untuk mengurai benang kusut bernama sindikat narkoba. Alasannya hanya satu: perubahan Irlandia, negerinya tercinta, ke arah yang lebih baik. Namun hal ini tidak mudah karena situasi politik dan permainan intelek tingkat tinggi ikut bermain. Seperti pencucian uang lewat pembayaran pajak para pengusaha sekaligus pengedar narkotika.
Usahanya mencapai titik terang ketika dia sampai pada sebuah nama seorang pengedar tingkat tinggi. Semakin dekat ke titik terang, semakin berat tantangannya. Hingga akhirnya dia meregang nyawa setelah dibuntuti dan ditembak mati di sebuah perempatan jalan.
Mungkin memang perlu seorang atau sekelompok martir demi perubahan. Seperti halnya berlaku di banyak daerah, demikian pula di Irlandia. Kematian Veronica membuat pemerintah mengamandemen undang-undang yang berisi negara berhak membekukan aset tersangka pengedar narkoba.
Kematian wartawan sebagai martir pun terjadi di banyak tempat lainnya. Di Indonesia, ada Udin si kuli tinta Harian Bernas di Yogyakarta. Ada pula Ersa Siregar, wartawan media televisi yang mati setelah diculik salah satu gerakan separatis. Kehidupan wartawan yang serba sulit bertambah sulit karena seringkali kebenaran yang diusungnya membuat pihak lain alergi. Kematian menjadi bayang-bayang setia Sang Pemberita, bahkan di tempat gelap gulita sekalipun.
Namun satu hal yang perlu diingat, wartawan tidak dapat dibatasi hanya dengan sekadar ancaman dan intimidasi. Beban untuk menyuarakan kejujuran seringkali lebih lantang daripada bisikan untuk bermain di wilayah aman. Wartawan menjawab tantangan dengan permainan cantik dan intelek, karena satu hal yaitu “Saat mulut dibungkam, pena menikam.”

20070502

...

Salah besar bila aku mengaku diri bahwa aku kuat.
Karena ternyata aku tak mampu menopang pundakmu, teman.
Justru kutinggalkan kamu sendiri di jalanmu.
Dan jadilah aku pengecut yang tak setia kawan.
Kini, tinggalkan aku sendiri teman.
Tak pantas kejatuhanku ditahan kebaikanmu.
Maka, biarkan aku sendiri di sini.
Di liang kematianku sendiri.

2 agustus 2005 di Ragunan

20070426

makan siang

14.30 wib

separuh hari bekerja,
saya buka bekal dari rumah.
seporsi nasi dan dua bungkus botok teri dan daging.
hm... nikmat.
...
sebentar bernafas.
...
lalu bekerja lagi.
...
terima kasih, Tuhan.

20070313

"Tolong administrasinya, Mas...!"

Beberapa hari lalu, saya ke kelurahan di tempat tinggal saya untuk mengurus beberapa surat kependudukan saya. Saat itu saya dilayani oleh Pak A. Setelah beberapa lama, surat yang saya butuhkan selesai dibuat oleh beliau. Saat penyerahan surat tersebut, saya diminta memberikan sejumlah uang sebagai "biaya administrasi". Saya mengerti maksudnya, dan hendak memberikan sesuai penilaian saya bahwa itu cukup sebagai "uang lelah" (walau Pak A tidak sampai berkeringat untuk mengurusnya). Namun "uang administrasi" pemberian saya ditolak karena tidak sesuai "standar". Akhirnya, saya pun terpaksa memberikan sesuai permintaannya. Namun saya tidak menerima tanda bukti pembayaran "biaya administrasi" tersebut. Padahal, setahu saya, setiap pembayaran resmi, apalagi di instansi pemerintah, pasti disertai bukti pembayaran.

20070312

Lari

Waktu begitu cepat berlalu.
Meninggalkan semua hal.
Baik, buruk masa hidup yang lewat.
Ingin kembali dan menata yang belum tuntas.
Tetapi waktu tidak berhenti apalagi mundur.
Cuma satu yang tersisa:
tenaga untuk selesaikan yang di muka.

20070216

Kisah yang Belum Usai

Yogyakarta dan Klaten, Sabtu, 27 Mei 2006. Hari masih pagi, pukul enam kurang beberapa menit. Matahari belum juga tinggi. Beberapa ibu rumah tangga menyapu halaman, dan beberapa lainnya mengayuh sepeda menuju pasar. Beberapa bapak mengurus ayam peliharaan. Anak-anak masih terbuai mimpi atau sekadar bermalasan di kasur di penghujung pekan. Saat denyut aktivitas masih perlahan inilah perut bumi bergoncang hebat. Tanah padat berguncang bak gelombang samudera raya. Sempat terlintas dalam hati, “Inikah akhir dunia?”

Semua orang yang masih terlelap bangkit dari tidurnya, semua orang terbirit mencari aman di luar rumah. Rumah yang selama ini meneduhi kehidupannya berubah bak neraka yang memunahkan siapa pun yang berada di dalamnya. Atap rumah bisa runtuh kapan saja akibat goncangan hebat sang bumi dan nyawa siapa pun bisa tercabut seketika akibatnya.

Banyak orang berhasil keluar meninggalkan rumahnya. Namun banyak lagi yang terjebak di reruntuhan. Sebagian dapat diselamatkan kerabat atau siapa pun yang melihatnya. Beberapa lagi meregang nyawa di reruntuhan rumah sendiri. Namun ada pula yang berkorban menyelamatkan buah hatinya. Seorang nenek meninggal, kepalanya tertimpa reruntuhan tembok saat melindungi cucu tercinta. Seorang ibu muda mengalami pendarahan di mata demi menahan reruntuhan tembok yang akan menimpa bayi mungilnya. Masih banyak lagi perngorbanan sang kekasih demi sang terkasih.

Listrik mati, telepon terputus dan matilah alur informasi. Kabar yang segera tersebar di penjuru Nusantara menghenyak setiap benak. Teringat kerabat di lokasi bencana gempa bumi lalu berusaha mencari kabar. Tidak ada sedikit pun jawaban dari seberang telepon. Kepanikan menyelimuti mereka yang saudaranya diduga menjadi korban bencana.

“Tsunami… tsunami…”

Lokasi gempa yang di tepi laut mendatangkan kepanikan lain. Belajar dari pengalaman lalu di belahan bumi yang lain, mereka panik lalu menjauhi pantai. Serentak ribuan orang tumpah ruah di jalan, berusaha menyelamatkan diri dari kemungkinan tersapu ombak yang pernah menggeliat dan memunahkan ratusan ribu orang sesaat setelah gempa.

Satu jam berlalu…

Dua jam berlalu…

Sang gelombang maha besar itu tidak datang. Atau belum datang? Antara yakin dan ragu, penduduk kembali menuju rumahnya masing-masing. Rumah yang sudah luluh lantak.

Ah, rumah itu tidak ada lagi. Hanya bersisa puing reruntuhan. Sang istri tercinta hanya duduk lemas di bawah pohon di halaman rumah yang tidak ada bangunan rumahnya lagi. Anak-anak menangis melihat kedua orang tuanya tidak setegar biasanya. Dengan tangan kosong atau kayu, mereka mengais sisa harta yang tidak seberapa. Menyelamatkan benda berharga agar kesialan ini tidak terlalu sial.

Dusun ini telah habis. Tak satu pun rumah tersisa. Ratusan orang kehilangan tempatnya bernaung dari panas dan hujan. Kepala dusun yang bernasib sama tetaplah seorang kepala dusun, bertanggung jawab memikirkan nasib warganya walau mungkin anggota keluarganya pun ada yang menjadi korban.

Di sebuah tanah lapang, mereka bergotong royong membentangkan kain, terpal atau apa saja yang mampu meneduhi mereka dari sengatan matahari dan hujan. Matahari beringsut ke ufuk barat. Langit semburat kuning kemerahan lalu datanglah malam. Anak-anak terlelap dalam mimpinya di pelukan ibu yang selalu terjaga. Sang ayah terus berjaga bersama teman. Berjaga sambil memikirkan bagaimana anak-istri mereka makan besok. Berjaga sambil memikirkan bagaimana membangun sebuah rumah demi anak-istri mereka. Di tengah rasa sial tertimpa bencana dan keterbatasan daya, masih terbesit secercah harapan bahwa hidup ini belum usai. [win]