20080109

Kopi Hitam dari Bli Wayan

Suatu hari, sebagai seorang PNS yang baik, saya menghadiri upacara bendera dalam rangka Hari Sumpah Pemuda. Lapangan upacara sudah penuh. Barisan depan pun sudah rapi. Tetapi di barisan belakang, beberapa orang masih santai mengobrol, termasuk saya (begitulah...). Tiba-tiba Bli Wayan datang menghampiri saya. Sebungkus kopi hitam aseli racikan ibundanya di Singaraja, Bali, diberikannya kepada saya. Waaaaah... "Trims, Bli," ucap saya seraya memasukkan kopi itu ke dalam tas dengan hati berbunga-bunga. Yap... hati saya selalu berbunga-bunga bila menemukan kopi hitam di pasar saat jalan-jalan ke daerah lain. Apalagi kalau diberi gratis.

Di ruang kantor yang sepi karena semua sibuk bekerja, saya mulai mengantuk. Bekerja di depan komputer terasa menjemukan. Kecuali bila sambil online bertamu di blog orang. Kopi Bali pemberian Bli Wayan tidak boleh disia-siakan. Sesendok makan kopi hitam, setengah sendok makan gula pasir dan air hangat secukupnya dalam cangkir berlapis logam dan penutup untuk menjaga suhunya tetap panas.

Air mengucur dari pemanas air ke dalam cangkir. Sendok bercap lambang salah satu maskapai penerbangan nasional pun turut berperan serta mengaduknya. Uapnya membumbung membawa serta aroma khas Kopi Bali, menggelitik hidung.

Nikmat...




Btw... ada yang mau menyumbang kopi hitam untuk saya? Atau ada yang mau bertukar kopi hitam? Jangan ragu untuk hubungi saya.

20080107

Selamat Bekerja

Akhir tahun 2007 adalah "masa-masa indah" karena tiga hari besar (Idul Adha, Natal dan Tahun Baru) membuat hampir semua rakyat Indonesia menikmati libur panjang. Termasuk saya. Setelah sebulan berlayar, rasanya libur kali ini menjadi ajang balas dendam. Berhubung istri masih di Yogya, maka saya menutup tahun di kota itu. Walau hujan mengguyur hampir sepanjang waktu selama berhari-hari, rasanya kenikmatan liburan tidak hanyut oleh hujan itu. Bahkan ada saatnya lebih asik menikmati kota Yogya saat hujan.

Namanya juga libur, berarti ada pula hari kerja. Hm... Puas nggak puas, saya harus meninggalkan Yogya dan kembali ke Jakarta untuk bekerja. Libur lalu bekerja lagi. Kamu juga mengalami hal itu? Ck... langkah berat menuju kantor itu lumrah. Apalagi cuaca mendung masih menggantung di langit ibukota. Tapi untuk itulah kita hidup. Dari sekadar untuk cari uang, hingga bekerja untuk memaknai hidup.

Apapun alasanmu, selamat bekerja, Teman.

Makan soto sambil nyeruput teh anget atau kopi item berarang. Kalau masih lapar, ada jajan pasar yang aseli tanpa bahan pengawet. Hmm...

20080102

Ikan dan Nelayan di Indonesia

Ikan tuna sedang diturunkan dari atas kapal untuk kemudian melalui pemeriksaan untuk diekspor ke Jepang.

Tuna mata besar (Bigeye Tuna - Thunnus obesus) yang tertangkap di Samudera Hindia adalah salah satu komoditas penting perikanan Indonesia. Nilainya mencapai US$ 6/kg untuk ukuran ikan di atas 25 kg per ekor. Namun penangkapannya semakin sulit kini. Hasil tangkapan per satuan unit kapal menurun drastis sejak perikanan tuna mulai marak di era 1970'an. Di tahun 1980'an, sebuah kapal bisa memperoleh hingga 100 ekor tuna dari sekali setting dengan 1000 mata pancing. Di tahun 2007 ini, hasil rata-rata setiap hauling adalah tujuh ekor dari 1.500 mata pancing yang ditebar. Bahkan, tidak mustahil tak seekor tuna pun dalam 1.500 mata pancing itu. Hasil tangkapan memang berfluktuasi mengikuti pola musim dan cuaca. Namun kecenderungan (trend) hasil tangkapan itu tetap nyata.
Eka Chandra, salah seorang kapten sekaligus fishing master sebuah kapal tuna mengungkapkan, kesulitan ini dipicu beberapa hal. Salah satunya adalah perkembangan pelaku usaha di bidang ini. Di samudera yang sangat luas itu, tak jarang mereka berpapasan dengan "pesaing" yang juga sedang memburu fishing ground yang potensial. Hal ini tidak ditemui di era 1970'an dan 1980'an. Penyebab lainnya adalah pemanasan global. Pencairan es menyebabkan penurunan salinitas sebagai salah satu faktor pembatas wilayah migrasi ikan. Selain itu, pola angin dan hujan pun berubah.
Penurunan hasil tangkapan nelayan tentunya berdampak buruk terhadap kehidupan sosial nelayan dan keluarganya. Gaji kecil tanpa bonus adalah makanan sehari-hari nelayan. Kerja sampingan hampir mustahil bagi mereka karena pekerjaan menuntut mereka berlayar berminggu bahkan berbulan tanpa sehari pun mendarat dan berinteraksi dengan dunia luar. Akhirnya mereka memenuhi kebutuhan hidup dengan pola tambal sulam.
Sampai saat ini, belum ada solusi nyata untuk mengatasi semua masalah di atas. Perikanan Indonesia perlu diselamatkan dari kepunahan sumberdayanya. Sistem sosialnya pun perlu dibenahi agar eksplorasi sumberdaya alam ini membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.