20070504

Tergugah Lagi

Kebiasaan tidak mengikuti perkembangan, termasuk tentang dunia hiburan, membuat saya agak tertinggal. Seringkali saya tidak pernah menonton suatu judul film karena sudah terlalu basi dan kehilangan semangat untuk menontonnya. Berbekal sebuah koleksi film adik saya yang sedikit itu, saya menonton beberapa film lama. Tidak jarang saya mendapatkan inspirasi, teguran atau bahkan semangat dari film kadaluwarsa yang saya tonton tersebut.
Salah satunya adalah sebuah film berjudul “Veronica Guerin”. Film ini berdasarkan sebuah kisah nyata di tahun 1996 tentang keberanian seorang wartawati menginvestigasi sebuah masalah. Keprihatinannya melihat generasi muda madat, membuat nyalinya melambung untuk mengurai benang kusut bernama sindikat narkoba. Alasannya hanya satu: perubahan Irlandia, negerinya tercinta, ke arah yang lebih baik. Namun hal ini tidak mudah karena situasi politik dan permainan intelek tingkat tinggi ikut bermain. Seperti pencucian uang lewat pembayaran pajak para pengusaha sekaligus pengedar narkotika.
Usahanya mencapai titik terang ketika dia sampai pada sebuah nama seorang pengedar tingkat tinggi. Semakin dekat ke titik terang, semakin berat tantangannya. Hingga akhirnya dia meregang nyawa setelah dibuntuti dan ditembak mati di sebuah perempatan jalan.
Mungkin memang perlu seorang atau sekelompok martir demi perubahan. Seperti halnya berlaku di banyak daerah, demikian pula di Irlandia. Kematian Veronica membuat pemerintah mengamandemen undang-undang yang berisi negara berhak membekukan aset tersangka pengedar narkoba.
Kematian wartawan sebagai martir pun terjadi di banyak tempat lainnya. Di Indonesia, ada Udin si kuli tinta Harian Bernas di Yogyakarta. Ada pula Ersa Siregar, wartawan media televisi yang mati setelah diculik salah satu gerakan separatis. Kehidupan wartawan yang serba sulit bertambah sulit karena seringkali kebenaran yang diusungnya membuat pihak lain alergi. Kematian menjadi bayang-bayang setia Sang Pemberita, bahkan di tempat gelap gulita sekalipun.
Namun satu hal yang perlu diingat, wartawan tidak dapat dibatasi hanya dengan sekadar ancaman dan intimidasi. Beban untuk menyuarakan kejujuran seringkali lebih lantang daripada bisikan untuk bermain di wilayah aman. Wartawan menjawab tantangan dengan permainan cantik dan intelek, karena satu hal yaitu “Saat mulut dibungkam, pena menikam.”

20070502

...

Salah besar bila aku mengaku diri bahwa aku kuat.
Karena ternyata aku tak mampu menopang pundakmu, teman.
Justru kutinggalkan kamu sendiri di jalanmu.
Dan jadilah aku pengecut yang tak setia kawan.
Kini, tinggalkan aku sendiri teman.
Tak pantas kejatuhanku ditahan kebaikanmu.
Maka, biarkan aku sendiri di sini.
Di liang kematianku sendiri.

2 agustus 2005 di Ragunan