20090109

Pemakaman di Awal Tahun

Selasa pagi, 6 Januari 2009, saya mendapat berita duka tentang kepergian ibu mertua salah satu teman kantor. Seorang teman mengabarkan bahwa almarhumah akan segera dimakamkan jam 11 siang ini juga di Taman Pemakaman Tanah Kusir. Saat itu juga, beberapa dari rekan mewakili kantor segera bertolak ke Tanah Kusir. Dari Ragunan, perjalanan cukup singkat karena melalui Tol Lingkar Luar Selatan yang menerobos langsung ke Jalan Veteran, Bintaro. Sekitar limabelas menit, kami tiba di komplek pemakaman. Di lokasi yang akan menjadi liang lahat masih sepi. Kami pun menyempatkan diri berziarah ke makam salah satu mantan pimpinan unit kerja kami. Almarhum meninggal pada tahun 2003. Saya belum bekerja di situ saat almarhum meninggal. Namun cerita kenangan tentang kebaikan, keusilan dan canda tawanya masih sering terdengar sampai sekarang. Seorang pimpinan yang sering main ke ruang kerja anak buahnya untuk sekadar menyapa atau mengobrol. Seorang pimpinan yang pintar. Begitulah seorang pimpinan baik akan dikenang di hati anak-anak buahnya.
Tidak lama saat kami berziarah, rombongan pengantar jenazah almarhumah ibu mertua teman kantor saya tiba di lokasi. Segera saja mereka menuju liang lahat yang telah disiapkan, di sebuah liang yang sama tempat almarhum suaminya dibaringkan untuk selama-lamanya. Suami-istri dalam satu liang lahat. Keluarga dan kerabat yang hadir tidak terlalu banyak. Anak dan cucu mengelilingi liang lahat sambil terisak. Sementara itu jenazah diturunkan ke dalam liang lahat untuk kemudian dikuburkan. Pemakaman secara Islam ini pun terus berlangsung dengan penaburan bunga dan pembacaan doa. Beberapa cucu almarhumah tampak tidak kuat menanggung kesedihan ditinggalkan nenek tercintanya. Bahkan seorang bapak yang sepertinya merupakan anak almarhum juga tidak kuat menahan air matanya. Beliau menangis sesenggukan.
Kematian di awal tahun ini secara saya tidak sadari membuat saya berpikir kembali tentang makna hidup. Awal tahun biasanya dipenuhi resolusi, angan-angan, cita-cita atau sebagainya yang intinya adalah harapan yang ingin dicapai di tahun yang baru dijalani. Namun di awal tahun ini, pergumulan saya tentang resolusi tahun 2009 seperti ‘terusik’ dengan kunjungan ke taman pemakaman. Kedatangan saya yang singkat di taman pemakaman Tanah Kusir membawa dampak yang cukup kuat terhadap pandangan saya tentang hidup.
Hidup ini begitu singkat. Seorang penyair agung menggambarkan hidup manusia hanya seperti rumput. Hari ini ada dan besok layu lalu lenyap tersapu angin. Enam puluh tahun usia rata-rata manusia. Kalau cukup sehat, manusia bisa mencapai tujuh puluh atau delapan puluh tahun. Jarang yang bisa menembus usia sembilan puluh atau seratus tahun.
Saya bertanya dalam hati tentang apa yang saya telah kerjakan dalam hidup. Tentang waktu yang telah saya lewati, tentang kesempatan-kesempatan yang saya sengaja lepas begitu saja, tentang pencapaian-pencapaian yang membanggakan, tentang kegagalan, tentang persahabatan dan permusuhan. Ada rasa syukur dan sesal atas semua itu. Apa arti semua pengalaman itu, kadang saya tidak mengerti.
Tahun 2008 adalah tahun yang penuh pergulatan. Begitu banyak anugerah saya terima dari Tuhan. Darrell Nathan Raditama adalah anugerah terindah tahun ini. Seorang anak yang menyadarkan saya akan kebesaran Tuhan dan pengorbanan orangtua kepada anak-anaknya. Pergumulan selanjutnya bersama Darrell dan istri saya juga menjadi batu ujian dalam hidup saya. Selain keindahan, saya juga merasakan kegagalan yang amat sangat dalam kehidupan karier saya. Saya merasa inilah tahun terburuk karena saya nyaris melewatinya tanpa torehan karya yang berarti.
Maka, sampai saat ini, saya masih bergumul tentang resolusi, cita-cita dan harapan untuk hidup saya dan keluarga di tahun 2009 dan selanjutnya. Harapan agar saya bisa lebih berkarya. Cita-cita untuk merintis pendidikan lanjutan. Pergumulan yang dimulai dari dalam diri saya sebagai seorang pribadi, seorang anak manusia. Sulit memang...
Sedikit mundur ke akhir tahun 2008, saya ingat saat ibadah malam tahun baru, 31 Desember 2008 di Yogya. Jimmy, seorang teman yang duduk di samping saya, menanyakan apa target saya di tahun 2009. Setelah saya menyebutkan target saya, dia menyebutkan apa yang menjadi targetnya. Dia bilang bahwa dia ingin lebih dekat lagi dengan Tuhan. Saya pun ingat seorang penyair pernah menulis bahwa takut kepada Tuhan adalah permulaan segala hikmat. Tuhan mengingatkan saya tentang apa yang utama harus saya raih terlebih dulu. Dengan hikmatNya, hidup saya tidak sia-sia. Pun dengan kematian saya kelak.