20100203

Peta yang Berbicara



Satu kesempatan berharga telah saya peroleh sekali lagi, yaitu mengikuti lokakarya berjudul “Menyajikan Informasi secara Visual melalui Peta dan Poster” yang diselenggarakan oleh komunitas pembaca National Geographic Indonesia (NGI) Yogyakarta pada Minggu (31/1) malam. Inti dari lokakarya ini adalah berbagi informasi tentang cara menyajikan poster dan peta sebagai penunjang tulisan (laporan, feature atau berita). Pembicara acara tersebut adalah Lambok E. Hutabarat, seorang penata letak (layouter) NGI dan Danu Pujiachiri, seorang kartografer NGI. Sedangkan moderator adalah Purwo Subagiyo dari redaksi majalah NGI.
Secara singkat, dijelaskan oleh kedua pembicara, peta dan poster seringkali disisipkan oleh majalah NG karena informasi yang diangkat majalah tersebut secara umum bersifat keruangan. Sehingga segala informasi yang dipaparkan dalam tulisan akan jauh lebih mudah dipahami bila dibantu oleh peta dan poster. Misalnya adalah rangkaian tulisan tentang pola migrasi burung di Indonesia. Burung A yang bermigrasi dari pulau pertama, lalu ke pulau kedua, ketiga untuk selanjutnya terbang ke negara Anu akan lebih mudah dipahami pembaca dengan bantuan peta. Contoh kedua adalah rangkaian tulisan tentang kawasan konservasi di suatu kabupaten. Pembagian kawasan menjadi kawasan industri, permukiman, dan perlindungan akan jauh lebih mudah dipahami juga dengan peta. Peta tersebut menggambarkan pembagian tersebut dengan beberapa butir informasi yang dianggap penting.
Prinsip dasar peta yang berhasil saya catat dari pemaparan Danu adalah pengertian peta sebagai gambaran sebagian atau seluruh permukaan bumi di bidang datar. Syaratnya antara lain adalah (1) harus membuat pembaca lebih mudah mengerti, (2) sesuai kenyataan di lapangan, dan (3) enak dipandang. Salah satu indikasi keberhasilan pembuatan peta adalah pembaca mengerti informasi yang hendak disampaikan. Hal yang sulit adalah meramu begitu banyaknya informasi ke dalam peta yang cukup sederhana namun berbobot. Jangan sampai pula saking sederhananya, peta tersebut miskin informasi. Tapi peta yang menyajikan informasi begitu komplet hingga ramai dan meriah sampai sulit dibaca juga kurang baik. Di sinilah letak tantangan si penata letak untuk membuat peta yang menarik dan informatif. Untuk itulah si penata letak harus pandai bermain warna dan simbol yang sangat membantu bagi peta tersebut untuk “berbicara” kepada pembacanya secara lebih sederhana. Seperti layaknya sebuah tulisan ilmiah, peta yang menyertainya juga harus ilmiah alias sesuai dengan kenyataan. Untuk itulah survey lapangan juga penting.
Proses pembuatan peta diawali dari rapat redaksi yang menentukan tema apa yang akan diangkat. Tema tersebut tentunya terutama akan diungkap melalui serangkaian tulisan. Peta dan poster selanjutnya ditentukan dalam rapat desain tentang hal apa yang akan ditampilkan. Selanjutnya, tim NGI akan melakukan rapat dengan berbagai pemangku kepentingan (stakesholder) yang memiliki data dan informasi yang diperlukan untuk ditampilkan dalam peta itu kelak. Termasuk dalam langkah ini adalah survey lapangan. Dalam survey ini, fotografer mengumpulkan gambar yang memperkaya tulisan dan peta nantinya. Tempat-tempat penting juga dicatat koordinatnya agar peletakannya di peta sesuai dengan kenyataan di lapangan. Setelah data dan informasi terkumpul, maka pembuatan peta alias pemetaan pun dilakukan. Danu yang melakukan hal ini. Setelah itu, Danu menyerahkan hasil pekerjaannya ke Lambok untuk dirancang sedemikian rupa agar dapat ditampilkan dalam peta yang menarik dan informatif. Ada satu lagi tokoh yang penting yaitu penyuting alias editor (namanya Bayu, tidak datang dalam pertemuan ini) yang menyuting naskah informasi dalam peta. Editor ini pula yang menentukan butir-butir penting dalam tulisan yang akan diletakkan di poster dan peta. Dengan demikian, ada kerjasama yang erat antara penulis, penyuting, kartografer dan penata letak.
Rupanya NGI adalah redaksi pertama di dunia untuk redaksi berbahasa lokal yang memiliki divisi pemetaan tersendiri. Hal ini menjadi tantangan bagi Lambok yang berlatar belakang pendidikan desain grafis untuk belajar pemetaan secara otodidak. Diakuinya hal ini sulit. Apalagi untuk memroduksi peta sekelas peta-peta yang telah diproduksi oleh majalah National Geographic berbahasa Inggris. Beberapa karya pertamanya pun diakuinya jelek. Namun dari situlah dia belajar banyak hal tentang peta dan penyajian informasinya. Setiap orang di dalam dapur redaksi NGI memang harus serba bisa. Bahkan Lambok pun, dan setiap orang yang terlibat dalam proses penyiapan materi, harus ikut serta mengritisi tulisan agar enak dibaca. Dari sisi teknis, Danu berbagi informasi tentang perangkat lunak yang digunakannya. Dia menggunakan berbagai perangkat, baik perangkat lunak berbayar mau pun yang gratisan. Syarat sederhananya adalah format produk dari perangkat pemetaan tersebut harus nyambung dengan format yang digunakan oleh Lambok dalam mendesain grafisnya kelak, misalnya “Adobe Illustrator” dan format “tiff”. Sedangkan sumber peta yang digunakan antara lain dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional) dan SRTM (Shuttle Radar Topography Mission), yaitu salah satu satelit milik NASA.
Selain peta, poster yang diterbitkan NGI juga menampilkan ilustrasi berupa gambar lukisan dan foto. Menurut Lambok, lukisan dan foto sama-sama berfungsi untuk memperkuat penjelasan dalam peta. Apa yang dipilih untuk ditampilkan, itu tergantung kondisi. Foto memiliki kekuatan gambar yang sesuai kenyataan. Namun tidak semua obyek keterangan bisa ditampilkan dalam foto. Misalnya ilustrasi tentang tokoh yang sudah meninggal, atau tentang ikan laut dalam. Hebatnya, lukisan yang menampilkan ilustrasi hewan di dalam artikel lokal majalah NGI dibuat oleh ilustrator Indonesia. Misalnya ilustrasi burung yang dibuat oleh Agus Priyono, seorang anggota Bird Watching Indonesia. Setiap bahan ilustrasi pun tidak segera dimuat karena harus dikonsultasikan dengan ahlinya. Begitu pun dengan tulisannya. Redaksi NGI memiliki beberapa orang ahli dalam jajaran badan ahlinya (board of experts). Hal ini untuk menjaga agar setiap informasi yang diterbitkan oleh NGI dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dalam diskusi, terkuak beberapa hal menarik. Antara lain dengan hadirnya Pak Zulkarnaen, seorang guru geografi di sebuah SLTA di Kabupaten Sleman. Beliau menyampaikan tentang betapa membosankannya pelajaran geografi di bangku sekolah. Salah satu penyebabnya adalah kakunya metode pemetaan yang diajarkan. Lambok mencoba menjelaskan bahwa sebaiknya ilmu pemetaan jangan dibuat terlalu kaku. Contoh kecilnya adalah pembuatan simbol legenda. Modifikasi dari simbol-simbol tersebut dapat membantu peta menjadi lebih menarik. Namun demikian tetap ada beberapa aturan dasar yang tidak boleh dilanggar, Danu coba mengingatkan. Danu juga menceritakan pengalamannya bersama Bakosurtanal melatif guru-guru geografi di Takengon, NAD. Keterlibatan masyarakat dalam membuat peta juga perlu diperhatikan. Masyarakat dapat menjadi sumber informasi dalam pemetaan.
Salah satu peserta lokakarnya adalah seorang penggiat Peta Hijau Yogyakarta. Dia memberi gambaran tentang peta dari kacamata yang lain. Peta hijau memang gerakan masyarakat dari berbagai latar belakang yang rindu membuat lingkungan menjadi lebih baik melalui peta. Peta dinilai mampu mendekatkan manusia dengan lingkungan tempat tinggalnya. Menurut pengetahuan saya, salah satu kegiatan Peta Hijau Yogyakarta adalah pemetaan jalur sepeda bersama Pemerintah Kota Yogyakarta. Dengan peta jalur sepeda tersebut, masyarakat diharap mau kembali bersepeda dalam aktivitasnya seperti masyarakat Yogyakarta beberapa dekade lalu. Bukan sekadar demi nostalgia, tetapi demi Yogyakarta yang lebih baik tanpa polusi. Kehadiran anggota Peta Hijau Yogyakarta memperkaya wawasan peserta tentang manfaat peta.
Secara keseluruhan, lokakarya ini sangat bermanfaat bagi penggiat pers, seberapa pun besar-kecil lingkupnya. Menyajikan informasi yang berbobot dan menarik adalah tujuan dari setiap penerbitan media massa sehingga pembaca terus melahap informasi yang disampaikan. Peta dan poster adalah salah satu cara tim redaksi membuat informasi yang berkualitas seperti nasi dan sayur ditampilkan manis dan menarik seperti permen. Yum…!!!